Pertumbuhan ekonomi yang pesat pasca pandemi, secara tidak langsung juga meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya membangun citra merek. Oleh karena itu, terdapat peningkatan permohonan merek dalam lima tahun terakhir dalam data dirjen KI. Dengan meningkatnya jumlah merek yang beredar di masyarakat, tentunya juga akan berakibat pada meningkatnya sengketa terkait dengan masalah merek ini.
Anda juga mungkin ingin mempelajari:
- Apa itu merek?
- 3 alasan paling sering mengapa merek anda ditolak
- Kelas merek dengan pemohon terbanyak di Indonesia
Berikut contoh kasus sengketa merek di Indonesia dan penyelesaiannya:
1. Geprek Bensu (Ruben Samuel Onsu dan Benny Sujono)
Ruben Onsu, seorang artis terkenal, terlibat dalam serangkaian perselisihan hukum yang berkaitan dengan merek dagang bisnis kuliner miliknya, Geprek Bensu. Perselisihan ini melibatkan pengusaha serupa, Benny Sujono, yang juga berusaha mengklaim hak atas merek tersebut.
Konflik dimulai ketika Ruben Onsu mengajukan gugatan terhadap merek Geprek Bensu milik Benny Sujono di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada tahun 2018, namun gugatannya ditolak oleh hakim. Ia mencoba lagi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tahun 2019, tetapi hasilnya sama, gugatannya ditolak.
Dalam upaya terakhirnya, Ruben Onsu mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung (MA), namun MA juga menolak gugatannya dan bahkan meminta pembatalan hak milik Geprek Bensu yang dimiliki olehnya. MA menyatakan bahwa merek Geprek Bensu milik Benny Sujono berhak untuk tetap ada.
Saat ini, pemilik merek dagang Ayam Geprek Bensu, Benny Sujono, menggugat Ruben Onsu di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat terkait merek “I Am Geprek Bensu Sedep Beneeerrr.” Gugatan ini bernilai Rp100 miliar dan bertujuan untuk membuktikan bahwa penggugat memiliki hak atas merek tersebut, yang sudah terdaftar di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Selain itu, penggugat berusaha untuk menyatakan bahwa merek dan logo I Am Geprek Bensu serta Geprek Bensu memiliki kemiripan dengan merek “I Am Geprek Bensu Sedep Beneeerrr” dan harus dinyatakan batal demi hukum. Gugatan ini juga mencakup segala tindakan terkait bisnis makanan dengan merek tersebut.
2. Wafer Superman (PT Marxing Farm Makmur dan DC Comics)
Seperti yang diketahui, istilah “Superman” yang terkandung dalam merek wafer Superman, sangat erat kaitannya dengan nama pahlawan super ciptaan DC Comics yang pertama kali diperkenalkan pada tahun 1938. Wafer Superman telah menjadi milik PT Marxing Fam Makmur sejak tahun 1993. Maka dari itu, DC Comics mengajukan gugatan terhadap perusahaan pembuat wafer tersebut. Meskipun demikian, gugatan tersebut tidak berhasil menang melawan PT Marxing Fam Makmur.
Pada bulan April 2018, DC Comics mengajukan gugatan terhadap PT Marxing Fam Makmur di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dengan tujuan untuk mencabut merek Superman dari daftar merek yang sah di Indonesia. Hal ini dilakukan agar DC Comics dapat memiliki hak eksklusif atas merek Superman di Indonesia. Akan tetapi, sebagaimana dilaporkan oleh situs resmi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada tanggal 13 April 2018, gugatan DC Comics tersebut dinyatakan tidak dapat diterima.
Perkara ini kemudian dinaikkan ke Mahkamah Agung. Namun, pada sidang tanggal 21 Desember 2018, banding ini ditolak. Menurut Mahkamah Agung, gugatan tersebut dianggap kabur dan tidak jelas.
3. Gudang Garam dan Gudang Baru
PT Gudang Garam Tbk (GGRM) telah mengajukan gugatan terkait masalah merek dagang di Pengadilan Negeri Surabaya. Perusahaan ini telah mengajukan gugatan pembatalan merek yang dimiliki oleh Gudang Baru melalui Pengadilan Niaga pada tanggal 22 Maret 2021 dengan nomor perkara 3/Pdt.Sus.HKI/Merek/2021/PN.NiagaSby.
Berdasarkan informasi dari Bursa Efek Indonesia (BEI), perusahaan ini menjelaskan bahwa sengketa merek dagang ini kembali memanas. Sebelumnya, Perseroan telah memenangkan dua putusan Mahkamah Agung, yakni Putusan MA Nomor 104 PK/Pid.Sus/2015 pada tanggal 10 November 2015 dan Putusan MA Nomor 119 PK/Pdt.Sus-HKI/2017 pada tanggal 28 Agustus 2017 terhadap Gudang Baru. Namun, pihak Gudang Baru tampaknya tidak mematuhi putusan tersebut dan masih menggunakan merek-merek yang mirip dengan merek-merek milik Perseroan.
GGRM menemukan bahwa merek-merek pada produk-produk Gudang Baru memiliki persamaan yang dapat menyesatkan, yang berpotensi menciptakan kebingungan bagi konsumen. Meskipun demikian, Perseroan menyatakan bahwa masalah ini tidak berdampak pada operasional, kondisi keuangan, atau kelangsungan usaha mereka.
Demikian artikel mengenai 3 kasus sengketa merek di Indonesia. Untuk menghindari kelalaian hukum dalam proses pendaftaran merek, dan menghindari sengketa yang sebenarnya tidak perlu, silakan konsultasikan dengan kami keluhan merek anda.
Referensi: