Sejatinya, hak merek hanya bisa diberikan kepada seseorang jika orang dan merek yang dimohonkannya sudah sesuai dengan UU Merek (No 20/2006). Dari pengalaman kami, terdapat 3 alasan utama yang paling sering dialami oleh pemohon yang menyebabkan pemohonan mereknya ditolak. Berikut alasan merek anda ditolak oleh pemeriksa merek:
1. Merek Sama Pada Pokoknya dengan Merek Lain
Image by nss magazine
Ini adalah kasus yang paling sering muncul. Pembaca bisa memperhatikan bahwa dalam situs PDKI, banyak sekali merek yang tertolak karena terdapat “persamaan pada pokoknya” dengan merek lain yang sudah didaftrakan lebih awal. Lalu, apa arti dari “persamaan pada pokoknya” itu?
Persamaan pada pokoknya, secara sederhana maknanya adalah “dalam kelas merek yang sama, merek anda sama/mirip dengan merek orang lain, baik nama, ataupun logonya”. Indikasi suatu merek disebut “mirip” dengan merek lain hingga saat ini belum ada parameter konkritnya. Sehingga, kami menyarankan anda menggunakan jasa Konsultan HKI untuk membantu anda menentukan langkah-langkah yang perlu diambil agar merek anda bisa terdaftar dengan aman.
Contoh nya adalah merek spanduk “dream” di kelas 24 yang hendak didaftarkan oleh PT PT. BANK DANAMON INDONESIA TBK yang ditolak karena pada saat itu, merek “dream” sudah terdaftar di kelas yang sama atas nama George Widjojo & Partners.
2. Merek menyerupai nama negara atau orang/badan yang terkenal
Image by www.slon.pics on Freepik
Merek tentu tidak boleh menyerupai nama badan/orang yang sudah umum dikenal masyarakat. Hal ini sebenarnya dilarang oleh undang-undang untuk melindungi kepentingan dari pemilik hak merek itu sendiri nantinya, agar tidak ada badan/orang lain yang dapat mengatasnamakan merek siapapun dengan itikad buruk.
Contoh merek yang ditolak karena alasan ini adalah merek pakaian di kelas 25 dengan nama “CR7”, karena nama merek tersebut menyerupai julukan pesepakbola tersohor Cristiano Ronaldo.
3. Merek berkaitan dengan barang/jasa yang disediakan
Image by Macrovector on Freepik
Merek tidak boleh memiliki nama yang sama persis dengan produk/jasa yang ditawarkan. Hal ini bertujuan agar tidak timbul kebingungan di masyarakat dalam menyebut nama merek anda. Dimana nantinya pemilik merek bisa merugi jika merek yang dia miliki seolah-olah tidak ada karena sama saja penyebutannya dengan barang/jasanya.
Contoh dari kasus ini adalah penolakan merek “Madu Hutan Flores” di kelas 30.